PPENGERTIAN
Kehamilan akan menimbulkan perubahan
yang luas terhadap fisiologi pernapasan. Ada empat faktor penting yang terjadi
dalam kehamilan yang erat hubungannya dengan fungsi pernapasan.
Rahim yang membesar karena kehamilan
akan mendorong diafragma ke atas, sehingga rangga dada menjadi sempit, gerakan
paru akan terbatas untuk mengambil oksigen selama pernapasan, dan untuk
mengatasi kekurangan 02 ini pernapasan menjadi cepat (hiperventilasi).
Perubahan hormonal, terutama hormon
progesteron yang meningkat selama kehamilanya membuat otot-otot saluran
pernapasan menjadi kendor, dan ini juga akan mendorong terjadinya
hiperventilasi.
Meningkatnya volume darah dan
cardiac output dalam usaha menyelamatkan Janin serta memenuhi kebutuhan
metabolik ibu yang meninggi.
Perubahan imunologik.Faktor daya
tahan tubuh ibu sangat erat hubungannya dengan timbulnya penyakit saluran napas
selama kehamilan.Kadar imunoglobulin F (IgE) mungkin menaik atau menurun pada
seorang wanita hamil. Bila kadar IgE pada penderita asma yang hamil meningkat,
ternyata hal ini menyebabkan penderita Icbilv rentan dan lebih sering dapat
serangan asma atau lebih berat.
2. MACAM
PENYAKIT SALURAN PERNAFASAN
a. Influenza
Wanita
hamil lebih mudah diserang penyakit influensa.Epidemi yaag hebat yang terjadi
tahun 1957-1958, menyebabkan kematian ibu yang meningkat. Pada kca(i.v,m biasa,
tidak banyak pengaruhnya pada ibu atau pun pada janin. Pengobatan p.nl.r
penderita influensa harus dilaksanakan dengan baik, dengan banyak istirahat,
banyak minum, dan kalau perlu diberi.
Analgetika
atau Antibiotika dan harus d: penggunaan obat-obat batuk yang sifatnya supresi
dan obat antihistamin Tidak ada indikasi tindakan abortus provokatus pada
penderita hamil influensa. Bila ada komplikasi ke arah pneumonia penderita
segera dirawat da antibiotika.Perawatan harus intensif.
b. Bronchitis
Bronkitis
akut dapat disebabkan oleh virus atau bakteri.Perlu pengobatan yai dan cepat,
agar penyakit tidak menular ke paru-paru sehingga timbul pneu Bila timbul
pneumonia, angka mortalitas ibu cukup tinggi dan pada janii terjadi abortus
atau partus prematurus.
Pengobatan:
penderita harus banyak istirahat baring, minum banyak, dar obat-obat
bronkodilator. Antibiotika ampisilin 200 - 500 mg peroral tiap 6 jam sangkaan
ada infeksi bakteri. Lakukan pengambilan sputum untuk biakan kepekaan kuman.
Kemudian pemberian antibiotika yang lebih tepat bila
c. Pneumonia
Pneumonia
dalam kehamilan merupakan penyebab kematian non obstetri terbesar setelah
penyakit jantung. Oleh karena itu pneumonia harus segera di dalam kehamilan,
segera dirawat dan diobati secara intensif untuk m( timbulnya kematian
janin/'ibu, terjadinya abortus, persalinan prematur atau ks dalam kandungan.
Pneumonia
dapat disebabkan oleh virus, bakteri maul kimia. Untuk keperluan diagnostik dan
pengobatan perlu dilakukan pemeriksaan penunjang, antara lain:
1) foto
toraks anterior posterior dan lateral;
2)
pemeriksaan gas darah (darah arterial);
3) sputum
diambil dan diperiksa menurut pulasan gram, dan dibiak;
4) darah
diambil, juga dibiak
Pengobatan:
penderita diistirahatkan dalam keadaan berbaring, diberi 02 memberikan
obat-obat yang sifatnya narkotik atau menahan batuk. Diberiob antipiretika
untuk menurunkan suhu badan penderita, koreksi kelainan el, atau gas darah bila
ada, berilah antibiotika, karena sering kali pneumoni disebabkan oleh virus
atau zat kimia disertai pula oleh infeksi kuman-kt Pada pneumonia aspirasi
karena masuknya isi lambung ke dalam paru-paru sering dijumpai setelah
pemberian anestesi pada saat persalinan atau operas penanganannya adalah
sebagai berikut.
Segera
dipasang tabung endotrakeal dan dilakukan pengisapan, kalaL dilakukan
bronkoskopi bila partikel yang masuk terlalu besar.Oksigen di) dan gas darah arterial
diperiksa berulang-ulang; segera dilakukan koreksi E kelainan, dan pernapasan
dibantu dengan alat ventilator.Diberi aminopilin IN mcncegah bronkospasmus, 4 6
mg/kg dalam 15-30 menit. Berikan kortiku dosis tinggi sepera hidrokortison 1
gram i.v. dalam 24 jam yang diberikan dalam empat kali per hari yaitu tiap 4-6
jam. Pemberian antibiotika untuk mencegah infeksi.
d. Asma
bronkiale
Asma
bronkiale merupakan salah satu penyakit saluran napas yang sering dijumpai
dalam kehamilan dan persalinan. Penderita biasanya pernah berobat ke dokter
lain. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma tidaklah selalu sama
pada setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangannya tak sama
pada kehamilan pertama dan berikutnya. Kurang dari sepertiga penderita asma
akan membaik dalam kehamilan, lebih dari 1/s akan menetap, serta kurang dari
1/3 lagi akan menjadi buruk atau serangan bertambah. Biasanya serangan akan
timbul mulai usia kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu, dan pada akhir
kehamilan serangan jarang terjadi.
Pemeriksaan
yang dilakukan oleh tim ahli asma Kalifornia (tahun 1983) pada 120 kasus asma
yang hamil, dan terkontrol baik, terdapat 90% dari penderita tidak pernah dapat
serangan dalam persalinan, 2.2% menderita serangan ringan dan hanya 0.2% yang
menderita asma berat yang dapat diatasi dengan obat-obat intravena. Pengaruh
asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan,
karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen (02) atau hipoksia. Keadaan
hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada janin, dan
sering terjadi keguguran, persalinan prematur atau berat janin tidak sesuai
dengan usia kehamilan (gangguan pertumbuhan janin).
Faktor
pencetus timbulnya asma, antara lain zat-zat alergi, infeksi saluran napas,
pengaruh udara dan faktor psikis.Penderita selama kehamilan perlu mendapat
pengawasan yang baik, biasanya penderita mengeluh napas pendek, berbunyi, sesak
dan batuk-batuk.Diagnosis dapat ditegakkan seperti asma di luar kehamilan.
Penanganan
:
1) Mencegah
timbulnya stress
2)
Menghindari faktor risiko (pencetus) yang sudah diketahui, secara intensif.
3)
Mencegah penggunaan obat seperti aspirin dan semacam yang dapat menjadi
pencetus timbulnya serangan.
4) Pada
asma yang ringan dapat digunakan obat-obat lokal yang berbentuk inhalasi, atau
per oral seperti isoproterenol.
5) Pada
keadaan lebih berat penderita harus dirawat dan serangan dapat dihilangkan
dengan satu atau lebih dari obat di bawah ini.
a.
Epinefrin yang telah dilarutkan (1 : 1000), 0,2-0,5 ml, disuntikkan subkutin.
b.
Isoproterenol (1 : 100) berupa inhalasi 3-7 hari.
c.
Oksigen
d.
Aminofilin 250-500 mg (6 mg/kg) dalam infus glukose 5%
e.
Hidrokortison 260-1000 mg iv pelan-pelan atau perinfus dalam 10%.
Hindari
penggunaan obat-obat yang mengandung iodium karena dapat gangguan pada janin,
dan berikan antibiotika kalau ada sangkaan terdap Persalinan biasanya dapat
berlangsung spontan akan tetapi bila pende dalam serangan dapat diberi
pertolongan dengan tindakan seperti dengai vakum atau forseps. Tindakan seksio
sesarea atas indikasi asma jarang atau dilakukan.
e. Tuberkulosis
paru
Penyakit
ini perlu diperhatikan dalam kehamilan, karena penyakit merupakan penyakit
rakyat; sehingga sering kita jumpai dalam kehamilan.ini dapat menimbulkan
masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan sekitarnya.
Kehamilan
tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya penyakit ini, banyak
penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan y ditemukan adalah batuk-batuk
yang lama, badan terasa lemah, nal berkurang, berat badan menurun,
kadang-kadang ada batuk darah, dan sal Pada pemeriksaan fisik mungkin didapat
adanya ronkhi basal, suara ka pleural efusion. Penyakit TBC paru ini mungkin
bentuknya aktif atau k mungkin pula tertutup atau terbuka.
Pada
penderita yang dicurigai menderita TBC paru sebaiknya pemeriksaan tuberkulosa
tes kulit dengan PPD (purified protein derivate) hasilnya positif diteruskan
dengan pemeriksaan foto dada.Perlu diperh dilindungi janin dari pengaruh sinar
X. Pada penderita dengan TBC paru dilakukan pemeriksaan sputum, untuk membuat
diagnosis secara past untuk tes kepekaan.Pengaruh TBC paru pada ibu yang sedang
hamil 1 dengan baik tidak berbeda dengan wanita tidak hamil.Pada janin jaran
TBC kongenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena di disusui
oleh ibunya.
Penanganan:
Pada
penderita dengan proses yang masih aktif, kadang-kadang perawatan, untuk
membuat diagnosis serta untuk memberikan pendid diterangkan pada penderita
bahwa mereka memerlukan pengobatan yang dan ketekunan serta ada kemauan untuk
berobat secara teratur. Per sembuh dengan baik bila pengobatan yang diberikan
dipatuhi oleh Penderita dididik untuk menutup mulut dan hidungnya bila batuk,
Pengobatan terutama dengan kemoterapi, dan sangat jarang diperluka operasi.
Pada
penderita TBC paru yang tidak aktif, selama kehamilan tidak perlu dapat
pengobatan.Sedangkan pada yang aktif, dianjurkan untuk menggunakan obat dua
macam atau lebih untuk mencegah timbulnya resistensi kuman, dan isoniazid (INH)
selalu diikutkan dalam regimen pengobatan tersebut.
3. OBAT
– OBATAN YANG DAPAT DIGUNAKAN
1. Isoniazid (INH), dengan dosis 300
mg/hari. Obat ini mungkin menimbulkan komplikasi pada hati, sehingga timbul
gejala-gejala hepatitis berupa nafsu makan berkurang, mual dan muntah. Oleh
karena itu perlu diperiksa faal hati sewaktu¬waktu, dan bila ada perubahan,
maka obat untuk sementara harus segera dihentikan.
2. Ethambutol dengan dosis 15-20
mg/kg/hari. Dilaporkan obat ini dapat menimbulkan komplikasi retrobulber neuritis
akan tetapi laporan samping efek obat ini dalam kehamilan sangat sedikit, dan
pada janin belum ada.
3. Streptomycin
dengan dosis i g/hari. Obat ini harus hati-hati digunakan dalam kehamilan, dan
jangan digunakan dalam kehamilan trimester pertama. Pengaruh obat ini pada
janin dapat menyebabkan tuli bawaan (ototoksik), di samping itu pemberian obat
ini kurang menyenangkan pada penderita, karena harus disuntikkan setiap hari.
Dilaporkan bila dosis yang diberikan
4. Rifampisin dengan dosis 600 mg/hari.
Obat ini baik sekali untuk pengobatan TBC paru, akan tetapi mempunyai efek
potensial teratogenik yang besar pada binatang percobaan. Pada manusia belum
banyak laporan, dan dianjurkan untuk tidak menggunakannya dalam trimester
pertama
Pemeriksaan
sputum setelah i-2 bulan pengobatan, harus dilakukan dan kalau masih positif,
perlu diulang tes kepekaan kuman terhadap obat.Tidak ada indikasi untuk
melakukan tindakan pengguguran kehamilan pada penderita TBC paru.Antenatal care
dapat dilakukan seperti biasa.Dianjurkan penderita datang sebagai pasien
permulaan atau terakhir dan segera diperiksa, agar tidak terjadi penularan pada
orang-orang di sekitarnya.
Persalinan
pada wanita yang tidak dapat pengobatan dan tidak aktif lagi, dapat berlangsung
seperti biasa, akan tetapi pada mereka yang masih aktif, penderita di tempatkan
di kamar bersalin tertentu (tidak banyak digunakan penderita lain). Persalinan
ditolong dengan tindakan ekstraksi vakum atau forseps, dan sedapat mungkin
penderita tidak meneran, diberi masker untuk menutupi mulut dan hidungnya agar
tidak terjadi penyebaran kuman ke sekitarnya.
Cegah
terjadinya perdarahan postpartum seperti pada pasien-pasien lain pada
umumnya.Setelah penderita melahirkan, penderita dirawat di ruang observasi 6-8
jam, kemudian penderita dapat dipulangkan langsung.Diberi obat uterotonika, dan
obat TBC paru diteruskan, serta nasihat perawatan masa nifas yang harus mereka
lakukan.Penderita yang tidak mungkin dipulangkan, harus dirawat di ruang
isolasi. Pcrawatan bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mcndcrita TBC paru
haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya, agar anaknya tidak ketularan oleh ibm
keadaan ideal bayi setelah lahir segera dipisahkan dari ibunya, sampai il:
memperlihatkan tanda-tanda proses aktif lagi setelah dibuktikan dengan p sputum
sebanyak 3 kali, yang selalu memperlihatkan hasil negatif. Pada suntikan
Mantoux sampai menunjukkan reaksi positif.Bila suntikan BC sebaiknya segera
diberikan pada bayi setelah lahir, atau bila reaksi Mantoux negatif.
Yang
penting adalah pendidikan pada penderita dan keluarganya tenta penyakit TBC
paru yang sedang diidap serta bahaya penularan penyak pada anaknya, sehingga
penderita dan keluarganya menyadari sepenuhny na cara melakukan perawatan
bayinya dengan baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar